Nama : Siti Mardianah
Npm : 16210600
Kelas : 3EA16
RESENSI
Pengertian Resensi
Dalam bahasa latin resensi atau recensie artinya
"melihat kembali, menimbang atau menilai". Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia resensi memiliki arti pertimbangan atau pembicaraan tentang buku; ulasan buku. Tindakan meresensi memiliki arti memberikan penilaian, mengungkap kembali isi buku, membahas atau mengkritik buku. Jadi, resensi ialah ulasan atau penilaian atau pembicaraan mengenai suatu karya sastra (cerpen, novel, drama/film, puisi).
Tujuan Resensi
- Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif (mendalam) tentang apa yang tampak dan terungkap dalam suatu karya.
- Memberikan gambaran kepada masyarakat apakah karya yang diresensi itu merupakan suatu karya yang bermutu atau tidak.
- Memberikan gambaran kepada masyarakat apakah buku itu layak untuk dibaca.
Unsur-unsur Resensi
- Unsur Intrinsik yaitu unsur yang membangun cerita karya sastra yang berasal dari dalam.
- Unsur Ekstrinsik yaitu unsur yang membangun cerita karya sastra yang berasal dari luar (kebalikan dari unsur intrinsik).
Unsur Intrinsik
>Tokoh
Tokoh ialah individu yang mengalami berbagai peristiwa didalam cerita. Jika dilihat dari peran tokoh dalam penggambaran plot dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh pembantu, sedangkan jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat pula dibedakan kedalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
- Tokoh Protagonis ialah tokoh yang memiliki watak tertentu dalam segi kebenaran (baik hati, jujur, setia, dll).
- Tokoh Antagonis ialah tokoh yang memiliki watak yang bertentangan dengan tokoh protagonis.
- Tokoh Tritagonis ialah tokoh yang selalu menjadi penengah, dan sering dimunculkan sebagai tokoh/orang ketiga.
- Tokoh Pembantu/peran pembantu/figuran ialah tokoh yang membantu cerita tokoh utama, posisinya bisa sebagai seorang pahlawan ataupun sebagai penentang tokoh utama.
>Penokohan/Perwatakan
yang dimaksud dengan penokohan ialah penggambaran tentang watak tokoh dalam suatu cerita karya sastra. Ada 3 cara yang dapat dilakukan untuk menggambarkan watak tokoh dalam cerita karya sastra, yaitu:
- Campuran ialah penggambaran watak tokoh melalui penggabungan cara analitik dan dramatik dengan tujuan untuk saling melengkapi.
- Analitik cara ini dilakukan pengarang untuk menggambarkan watak tokoh secara langsung. Contoh: Siapa yang tidak mengenal Didi yang pintar dan selalu ceria. Meskipun secara fisik terlihat pendek namun sosoknya yang ramah dan baik hati kepada teman-temannyamembuat dirinya menjadi panutan.
- Dramatik ialah cara pengarang untuk menggambarkan tokoh utama secara tersurat, dengan kata lain tidak langsung. Penokohan cara ini bisa melalui penggambaran tempat tinggal, percakapan/dialog antar tokoh, fisik, tingkah laku, komentar tokoh lain terhadap tokoh tertentu dan jalan pikiran tokoh.
Dibawah ini contoh paragraf yang menggambarkan tokoh dengan cara dramatik:
Penggambaran Tokoh Melalui Jalan Pikiran Tokoh.
contoh :
Tatkala aku masuk sekolah MULO, demikian fasih lidahku dalam Bahasa Belanda sehingga orang yang hanya mendengarkanku berbicara dan tidak melihat aku, mengira bahwa aku anak Belanda. Aku pun bertambah lama bertambah percaya pula bahwa aku anak Belanda, sungguh hari-hari ini makin ditebalkan pula oleh tingkah laku orang tuaku yang berupaya sepenuh daya menyesuaikan diri dengan langgam lenggok orang Belanda.
Penggambaran Tokoh Melalui Tingkah Laku/Perilaku Tokoh.
contoh :
Di siang hari yang terik itu dia berjalan sendiri. Dengan gontai ia gendong tas itu. Sesekali terlihat bahwa ia menegur dan bahkan bertanya kepada orang yang dilaluinya. Setiap selesai ia bertanya, ia selalu menganggukkan kepalanya sebagai tanda terima kasih.
Penggambaran Tokoh Melalui Dialog Antar Tokoh.
contoh :
"Kupukul kau kalau tidak mau mengaku. Dengan cara apa lagi aku mendapatkan pengakuanmu.".......
>Tema
Tema ialah suatu unsur dalam karya sastra yang menjadi pokok masalah/pokok pikiran dari pengarang melalui karyanya (jalan cerita).
>Plot / Alur
Plot atau Alur ialah jalan cerita atau rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir. Rangkaian peristiwa ini disusun berdasarkan hukum kausalitas (hubungan yang menunjukkan sebab-akibat). Berdasarkan hubungan tersebut setiap cerita memiliki plot/alur cerita sebagai berikut :
- Tahapan perkenalan ialah tahap dimana permulaan suatu cerita dimulai
dengan suatu kejadian, tetapi belum ada ketegangan. Di tahap ini berisi
pengenalan tokoh, reaksi antar pelaku, penggambaran fisik dan
penggambaran tempat).
- Menuju ketahap pertikaian ialah tahap dimana terjadinya pertentangan
antar pelaku (awal mula pertentangan selanjutnya). Konflik dapat dibagi
menjadi 2, yaitu: a). Konflik Internal ialah konflik yang terjadi dalam
diri sang tokoh. b). Konflik Eksternal ialah konflik yang terjadi dari
luar diri tokoh (konflik tokoh dengan tokoh, tokoh dengan lingkungan,
tokoh dengan tuhan, dll).
- Komplikasi/tahap penanjakan konflik, ketegangan dirasakan mulai
semakin berkembang dan rumit terjadi pada tahap ini (nasib pelaku
semakin sulit diduga).
- Klimaks merupakan ketegangan yang semakin memuncak (perubahan nasib
pelaku sudah mulai dapat diduga, kadang pula tidak terbukti pada akhir
cerita).
- Penyelesaian, tahap akhir cerita pada bagian ini terdapat penjelasan
mengenai nasib-nasib yang dialami para tokoh dalam cerita setelah
mengalami konflik dalam cerita. Beberapa cerita terkadang menyerahkan
penyelasaian kepada pembaca, sehingga akhir cerita seperti ini tak ada
penyelesaian atau menggantung.
- Plot dapat dibedakan menjadi dua macam jika dilihat dari segi keeratan hubungan anta peristiwa, yaitu:
- Plot Erat yaitu sebuah cerita yang memiliki plot erat jika hubungan
antar peristiwa terjalin dengan rapat, sehingga tak ada satu peristiwa
pun yang dapat dihilangkan.
- Plot Longgar yaitu jika hubungan antar peristiwa terjalin kurang
erat dan jika ada salah satu jalan cerita yang dihilangkan maka
penghilangan jalan cerita tersebut tidak akan mengganggu jalan cerita.
- Berdasarkan jalan cerita plot dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
- Plot Ledakan yaitu plot yang akhir ceritanya mengejutkan dan tak terduga-duga.
- Plot Lembut yaitu plot yang akhir ceritanya berakhir tanpa adanya kejutan.
- Plot Campuran yaitu plot yang akhir cerita menggabungkan kedua plot sebelumnya (ledakan & lembbut).
- Berdasarkan rangkaian peristiwanya plot dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
- Plot Maju, yaitu rangkaian peristiwa yang diceritakan mulai dari awal hingga akhir cerita.
- Plot Mundur/sorot balik/flash back, yaitu peristiwa-perisiwa yang
menjadi bagian penutup diutarakan terlebih dahulu, baru menceritakan
peristiwa-peristiwa pokok sebagai kenangan/masa lalau sang tokoh.
- Plot Campuran, yaitu peristiwa-peristiwa pokok diceritakan diawala
lalu dilanjutkan dengan menceritakan peristiwa-peristiwa lama/ masa lalu
tokoh sebagai sebuah kenangan, dan diakhiri dengan peristiwa-peristiwa
pokok(masa kini).
- Plot yang dilihat dari segi sifatnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Plot Terbuka, yaitu akhir cerita yang dapat merangsang pembaca untuk mengembangkan jalan cerita.
- Plot Tertutup, yaitu akhir cerita yang tidak dapat merangsang pembaca untuk mengembangkan jalan cerita.
- Plot Campuran, yaitu penggabungan antara plot terbuka dan plot tertutup.
>Gaya Bahasa
Gaya Bahasa ialah cara pengarang dalam mengungkapkan ide/gagasan melalui cerita.
>Sudut Pandang/Point Of View
Sudat pandang ialah proses pengarang dalam sebuah cerita atau karya sastra. Posisi pengarang ini terbagi menjadi 2, yaitu :
- Pengarang berperan langsung sebagai tokoh utama.
- Pengarang hanya sebagai orang ketiga yang posisinya sebagai pengamat.
>Amanat
Amanat ialah pesan/kesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui
jalan cerita. Pesan dalam karya sastra bisa berupa, kritik, saran,
harapan, usul, dll.
>Latar/Setting
Latar ialah tempat dimana terjadinya kejadian/peristiwa dan waktu
terjadinya sebuah peristiwa, latar juga menjelaskan segala keterangan
waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dakam plot cerita. Latar
terbagi lagi menjadi beberapa unsur seperti dibawah ini:
- Latar Tempat ialah latar yang mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa dalam novel. Contoh : Kota, Pedesaan, dll.
- Latar Waktu ialah latar yang berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa. Contoh : masa kini, masa lalu, dll.
- Latar Sosial ialah latar yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Contoh : Kesederhanaan,
keramahan, dll.
- Didalam karya sastra latar berfungsi sebagai :
- Atmosfer atau Suasana merupakan latar yang lebih mudah dibicarakan
daripada didefinisikan. Latar ini semacam aura rasa dan emosi yang
ditimbulkan penulis melalui tulisannya, agar membantu terciptanya
ekspektasi pembaca.
- Latar Tempat sebagai Elemen Dominan, latar tempat memiliki peran
penting dalam karya sastra. Latar tempat menjadi unsur netral atau
spiritual dalam sebuah tempat tertentu. Termasuk dalam fiksi jenis ini:
Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang berbicara tentang Belitong pada
zaman Orde Baru.
- Latar Waktu sebagai Elemen Dominan, dalam karya sastra ada yang
menggunakan elemen waktu sebagai unsur yang dominan. Fungsi latar ini
terjadi terutama pada karya sastra yang berlatar sejarah. Tidak hanya
waktu yang menjadi unsur utama yang terlibat. Ada unsur-unsur nilai
dalam waktu, misalnya unsur nilai dalam masa kemerdekaan, masa Orde
Baru, dsb.
- Metafora, artinya jika latar spiritual ialah unsur latar yang secara
spiritual memberi efek nilai pada karya sastra, maka fungsi latar ini
adalah fungsi eksternal yang tidak secara langsung (eksplisit)
berpengaruh pada cerita. Sebagai metafora, latar menghadirkan suasana
yang secara tidak langsung menggambarkan nasib tokoh.
Contoh :
Pohon-pohon kelapa itu tumbuh di tanah lereng di antara pepohonan
lain yang rapat dan rimbun. Kemiringan lereng membuat pemandangan
seberang lembah itu seperti lukisan alam gaya klasik Bali yang terpapar
di dinding langit. Selain pohon kelapa yang memberi kesan lembut, batang
sengon yang lurus dan langsing menjadi garis-garis tegak berwarna putih
dan kuat. Ada beberapa pohon aren dengan daun mudanya yang mulai mekar;
kuning dan segar. Ada pucuk pohon jengkol yang berwarna coklat
kemerahan, ada bunga bungur yang ungu berdekatan dengan pohon dadap
dengan kembangnya yang benar-benar merah. Dan batang-batang jambe rowe,
sejenis pinang dengan buahnya yang bulat dan lebih besar, memberi kesan
purba pada lukisan yang terpajang di sana. Dalam sapuan hujan panorama
di seberang lembah itu terlihat agak samar. Namun cuaca pada musim
pancaroba sering kali mendadak berubah. Lihatlah, sementara hujan tetap
turun dan angin makin kencang bertiup tiba-tiba awan tersibak dan sinar
matahari langsung menerpa dari barat. Pohon-pohon kelapa digambarkan
dengan indah dalam sebuah ekosistem yang padu. Namun kemudian
digambarkan dalam suasana yang mengerikan dengan keadaan yang tidak
menentu. Sekilas latar ini hanya latar netral yang tidak melambangkan
apa-apa. Kemudian diketahui bahwa tokoh utama Lasi yang hidupnya bahagia
dalam kesederhanaan mulai masuk dalam ketidakpastian setelah kecelakaan
yang menimpa Darsa.
Unsur Ekstrinsik
>Latar belakang kehidupan pengarang.
>Pandangan hidup pengarang.
>Situasi sosial, Budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra tersebut.
Beberapa Hal yang Terdapat Dalam Resensi
Dibawah ini terdapat beberapa hal yang terdapat di dalam sebuah resensi karya sastra :
- Judul Resensi
- Data/Identitas Karya Sastra
- Isi Resensi
- Kekurangan & Kelebihan
- Penutup
Terdapat perbedaan saat pemuatan data/identitas karya sastra yang
diresensi, seperti pada resensi buku data yang tercantum ialah seperti
berikut ini:
judul buku,
penulis & penerjemah (jika buku itu berupa terjemahan dari bahasa asing),
nama penerbit,
cetakan,
tahun terbit,
tebal buku & jumlah halaman. Pada drama/film maka data untuk resensinya adalah berupa:
judul drama/film,
penulis,
sutradara,
genre,
pemain,
penyunting & penerjemah,
tahun terbit,
penerbit.
Contoh Resensi
Resensi Film Soegija: Antara Sejarah dan Kemanusiaan
>Data/Identitas Film
Judul : Soegija
Jenis Film : Drama, Biografi
Produser : Murti Hadi Wijayanto, Djaduk Ferianto, Tri Giovanni
Sutradara : Garin Nugroho
Penulis Naskah : Armantono & Garin Nugroho
Durasi Film : 116 menit
Perusahaan Film : Studio Audio Visual Puskat
Diputar : Mulai 7 Juni 2012 di bioskop-bioskop seluruh Indonesia
>Pemeran Film Soegija
Nirwan Dewanto
Anissa Hky
Wouter Braaf
Wouter Zweers
Butet Kartaredjasa
Olga Lydia
Henky Solaiman
Rukman Rosadi
Nobuyuki Suzuki
Margono
Eko Balung
Andrea Reva
Andreano Fidelis
>Pendahuluan
"Saya ingin Indonesia menjadi keluarga besar di mana anak-anak
masa depan tidak lagi mendengar nyanyian berbau kekerasan, tidak
menuliskan kata-kata bermandi darah. Jangan lagi ada curiga, kebencian
dan permusuhan”(Mgr. Soegijapranata).
Sutradara Garin Nugroho kembali datang ke layar lebar dengan film
terbarunya, Soegija. Film yang bercerita tentang uskup pribumi pertama
di Indonesia yang juga pahlawan nasional, Mgr. Albertus Soegijapranata.
Untuk menggarapnya, Garin membutuhkan 2.275 pemain untuk bermain dalam
film berjudul
Soegija. Bukan hanya jumlah pemainnya saja yang
berlimpah. Garin juga banyak menggunakan pelakon baru, yang tidak
memiliki latar belakang sinematografi. Hanya Olga Lydia dan Butet Kertarajasa saja pemain yang memiliki modal akting.
Soegija bercerita tentang uskup pribumi pertama di Indonesia yang
juga pahlawan nasional, Mgr. Albertus Soegijapranata. Film itu
menceritakan peran Soegija ketika Perang Pasifik 1940-1949, yang tidak
hanya penting bagi umat Katolik, melainkan untuk Indonesia. Sebab
Soegija kerap menulis artikel untuk media luar negeri demi melawan
penjajah. Silent diplomacy, nama perjuangan itu. Soegija juga
memindahkan Keuskupan Semarang ke Yogyakarta sebagai bentuk solidaritas
atas kepindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Garin
sengaja menghidupkan setiap tokoh dalam film tersebut. Setiap tokoh
digambarkan dengan konflik hidup masing-masing yang menuntun mereka pada
suatu transformasi sejati.
>Isi
“Film yang melukiskan kisah-kisah kemanusiaan di masa perang
kemerdekaaan bangsa Indonesia pada tahun 1940-1949. Adalah Soegija
(diperankan Nirwan Dewanto) yang diangkat menjadi uskup pribumi dalam
Gereja Katolik Indonesia. Baginya kemanusiaan itu adalah satu, kendati
berbeda bangsa, asal-usul dan ragamnya. Dan perang adalah kisah
terpecahnya keluarga besar.
Film ini dimulai dengan goresan pena seorang Romo (Nirwan Dewanto)
di atas kertas, yang sekaligus menjadi curahan hatinya. Ia sedang di
tengah perang kala itu, ketika para penduduk pribumi harus berlutut dan
menunduk di bawah makian serta todongan senjata Belanda. Di masa serba
tertekan itu, sang Romo mendapat kehormatan menjadi pribumi pertama yang
dilantik sebagai Uskup Danaba. Ia pun lebih dikenal dengan sebutan Mgr.
Alb. Soegijapranata SJ, dan hijrah dari gerejanya di Yogyakarta ke
Semarang. Dengan ‘jabatan’ itu, Romo lebih dihormati. Yang datang ke
gereja mendengarkan ceramahnya bukan hanya penduduk lokal, tetapi juga
orang-orang Belanda. Meski begitu, kesehariannya yang bersahaja dan
merakyat, tak berubah.
Tahun demi tahun berganti, penjajah datang dan pergi. Jepang masuk
Indonesia tahun 1942, Belanda takluk dan harus rela dilucuti senjatanya.
Mereka ingin menduduki gereja sebagai markas, namun dengan tegas
Soegija menolak.
-
- “Penggal dulu kepala saya,” ujarnya singkat.
Ia memang tidak terjun langsung untuk berperang, namun di setiap
masa andilnya selalu tampak. Saat penduduk butuh tempat bernaung karena
kondisi jalanan chaos, Soegija membuka lebar-lebar pintu gereja untuk
menampung mereka. Ia memerintahkan Saat Hiroshima – Nagasaki di-bom dan
masyarakat menuntut kemerdekaan yang belum juga diakui oleh sekutu yang
kembali datang ke Indonesia, Soegija berdiplomasi dengan Vatikan
sehingga negara itu menjadi negara Barat pertama yang mengakui
kedaulatan Indonesia.
Soegija memang terkenal dengan silent diplomacy-nya. Tanpa harus
menggunakan kekerasan dan senjata, iman dan semangat kemanusiaannya
dapat menjadi panutan yang tak lekang waktu. Menurutnya, menggalang
cinta kasih dan keadilan belum cukup, juga perlu bertempur dengan lembut
untuk kemerdekaan. Berkat kegigihannya itu, Seogija menjadi uskup
pribumi pertama yang mendapat gelar pahlawan nasional dari Soekarno.
Film garapan sutradara Garin Nugroho yang dibuat melalui riset panjang
ini bukan film misionaris agama Katolik seperti yang banyak
diperdebatkan. Tokohnya juga tidak selalu Soegija. Film ini menampilkan
sisi humanis yang masih ada dalam sebuah perang.
Mariyem (Annisa Hertami) yang terpisah dari kakaknya Maryono (Abe)
akibat perang, kembali dipertemukan dalam kondisi berbeda. Ling Ling
(Andrea Reva) seorang bocah Tionghoa juga terpisah dari mamanya (Olga
Lydia), kembali bertemu dalam sebuah momen di gereja. Tokoh menggelitik
pun ditampilkan, seorang bocah yang hanya bisa mengeja kata ‘merdeka’
tapi punya semangat juang dan selalu menjadi garda terdepan pasukan
pemuda.
Rasa kemanusiaan juga dimiliki para penjajah. Nobuzuki (Suzuki),
pemimpin tentara Jepang, tak pernah tega pada anak-anak karena ingat
anaknya di rumah. Robert (Wouter Zweers), tentara Belanda yang sangat
bernafsu menjadi mesin perang paling hebat, perasaannya luluh saat
menemukan bayi di medan perang. Hendrick (Wouter Braaf), jurnalis asal
Belanda, pun selalu memotret ekspresi-ekspresi manusiawi dan
nasionalisme Indonesia. Ia menemukan cintanya, namun tak mampu bersatu
karena perang.
Selain menampilkan kemanusiaan yang beragam, film ini juga banyak
menampilkan otokritik untuk bangsa. Baik berupa visual, maupun kata-kata
satir dari goresan pena dan ucapan Soegija sendiri. Kata-kata seperti
“Apakah yang harus dilakukan seorang pemimpin di tengah krisis dan
perubahan zaman?” serta “Apa artinya terlahir sebagai bangsa yang
merdeka, jika gagal untuk mendidik diri sendiri,” patut dicermati lebih
dalam makna dibaliknya.
“Perjuangan sudah selesai, sekarang tinggal bagaimana menata
negara dan melayani masyarakat. Kalau mau jadi politikus, harus punya
mental politik. Kalau tidak, yang ada dalam pikirannya hanya kekuasaan
dan akan menjadi benalu negara,” pesan Soegija di akhir film itu, seakan
menjadi perenungan bagi para pemimpin sekaligus rakyat Indonesia di
masa sekarang".
>Kekurangan & kelebihan
Kekurangan
- Sosok Soegija pada cerita tidak terlalu jelas, karena
sosoknya hanya terjadi dibeberapa adegan sehingga membuat karakter
Soegija tidak merekat kuat.
- Begitu banyak pemain dalam film ini membuat film ini tidak memperlihatkan satu pemain pun yang mendominasi penceritaan.
- Pada pemutaran film Soegija tokoh Soegija tidak diperankan
secara gamblang. Penggambaran Soegija hanya berupa potongan-potongan
adegan, foto, bahkan puisi Soegija yang dia tulis pada masa itu yang
terinspirasi dari Soegija.
Kelebihan
- Film yang lebih mengangkat aspek kemanusiaan yang universal ketimbang aspek agama.
- Tata artistik yang mampu memikat penonton serta pemilihan kostun dan
tempat untuk setiap adegan film begitu pas dengan keadaan negara pada
masa tahun 40-an.
>Penutup
Secara keseluruhan film bagus, tapi yang lebih menonjol ialah pada
tata artistik dan musiknya disajikan dengan sangat bagus. Pemilihan
kostum dan pemilihan tempat sangat pas dengan latar belakang tahun
40-an, ditambah lagi dengan suasana Nasionalis pada masa itu.
Sumber :-http://id.wikibooks.org/wiki/Subjek:Bahasa_Indonesia/Materi:Resensi
-http://id.wikibooks.org/wiki/Resensi_Film
-
http://life.viva.co.id